Tentang Angkasa dan Awan; kembali pulang


Biarlah Awan mengagumi dalam diam, selama ia masih memiliki Angkasa di sisinya. Tidak akan ada yang bisa berubah jika pertemanan ini terus berlanjut, sampai kapanpun, karena apa yang mereka punya sekarang terlalu berharga untuk ditukar, apalagi ditinggalkan begitu saja. Biarlah seonggok hubungan yang terlalu murah untuk sekedar dinamakan pertemanan itu berlanjut, asalkan mereka tetap ada untuk satu sama lain. 

Paragraf terbodoh. Bagaimana bisa seonggok hubungan yang terlalu murah untuk sekadar dinamakan pertemanan itu akan berjalan sehat? Hubungan seperti itu jelas mustahil untuk menjamin kedua belah pihak untuk bertahan untuk satu sama lain. Berharga sesaat, menjadi sampah kemudian hari.

Kau tahu, Angkasa? Awan salah. Malam itu Awan hancur sehancur-hancurnya. Sosok lugu yang mengagumimu itu sudah berjalan begitu jauh, begitu terjal perjalannya. Ia lagi-lagi lupa berpijak, Ang. Lupa arah layaknya anak bebek yang tersesat. Dalam perjalanan mengenalmu, ia terjerumus jurang besar. Rasanya sulit untuk bangun lagi, bahkan mustahil. Rasanya perjalanan ini sia-sia. Ia memutuskan untuk bangkit dari jurang itu, dan berbalik arah. Kembali pulang. Menuju titik nol, di mana sosok seorang Angkasa tak akan lagi bisa menggubris hidupnya, apalagi mempermainkan perasaannya. Sialan kau, Ang. Pergi begitu saja dari kehidupan seseorang yang pernah mengagumimu sepenuh hati.

Awan pernah menyukai Angkasa lebih dari siapapun. Angkasa pernah menjadi satu-satunya laki-laki di hidup Awan, laki-laki idamannya. Awan yakin, Angkasa juga pernah menyayanginya lebih dari sekadar teman. Menyusuri momen-momen indah itu, mustahil seorang lelaki tak memilki rasa sayang. Atau, saking mati rasanya, lelaki itu tidak sadar bahwa dia baru saja memberikan sebuah rasa? Apakah dia bahkan mengerti apa itu artinya saling menyayangi?

 Ternyata panggung sandiwara lelaki itu sungguh menarik, memukau, sampai-sampai Awan terbawa arus.

Seumur hidupnya, Awan tidak pernah semarah itu kepada seseorang. Emosi yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya. Bukan, bukan jenis marah ketika seseorang membual di depanmu dan kau tahu yang sebenarnya. Bukan juga ketika seseorang menunjukkan sifat aslinya padamu dan kau harus menerimanya apa adanya karena dia teman baikmu. Bukan juga ketika kau mengecewakan seseorang dan kau harus membayar akibatnya. 

Kamu kecewa karena dia pernah berkata padamu bahwa kau orang terdekatnya, bahwa dia amat menyayangimu. Bahwa dia perlakuan penuh afeksi yang ia tujukan untukmu hanya ditujukan untukmu. Kamu kecewa karena kamu pernah menganggapnya "the one". Kamu tidak tahu bahwa rasa patah hati ketika kau bahkan tak berhak untuk patah hati lebih sakit dari rasa patah hati sendiri. Ah, tapi tahu apa aku tentang patah hati? 

Kamu marah karena dia semudah itu berkata bahwa dia tetap ingin menjadi temanmu, namun semudah itu juga menghilang seakan-akan kalian tidak pernah mengenal. Ah, aku lupa. Dia punya hobi menghilang di tengah-tengah percakapan. Untuk apa katanya? Agar kamu tidak lagi berharap padanya. Laki-laki waras mana yang akan tega melakukan itu? Yap, benar. Tidak ada. Dia jelas-jelas sinting. Kamu marah karena kamu masih dengan polosnya menganggap bahwa dia hanya sibuk. Kamu marah karena hanya dia yang punya kekuatan untuk memunculkan kupu-kupu di perutmu. Kamu marah karena telah membiarkan dia menembus pertahanan terkuatmu, hanya untuk memorak-porandakkan isinya. Kamu marah karena telah mengharapkan seorang kekasih yang bisa menemani hari-harimu dan menganggap si bajingan itu bisa jadi adalah sosok itu.

Kamu jijik padanya karena dia berbohong soal perlakuan spesial itu. Faktanya, ada banyak perempuan yang jatuh hati karena perlakuan "spesial"nya. Beat me, not only girls. Rasa-rasanya dia seperti punya misi untuk menaklukan hati semua orang di dunia ini, tidak terbatas gender. Kamu hanyalah mangsa kecilnya. Ini bukan perselingkuhan, Awan hanya terjebak di permainan Angkasa yang brengsek dan keji. Kamu jijik karena dia tidak merasa bersalah sedikitpun. Don't even bother to say a proper sorry.

Seperti halnya rasa cinta yang tidak bisa diutarakan dengan kata-kata, rasa benciku padanya juga tidak bisa disimpulkan semudah itu dengan satu kata. 2 tahun Awan berlari di tempat, tidak menuju kemanapun. Rasanya ingin aku menampar wajah Awan sekarang dan berteriak di telinganya, "BANGUN! DIA HANYA MEMPERMAINKANMU!"

Awan akan pulang. Bukan ke kampung halamannya, melainkan kembali pada dirinya sebelum ia pernah mengenal jatuh hati. Ia sudah berhenti dari permainan bodoh Angkasa, dan masa bodoh jika Angkasa ingin bermain lagi. Silakan saja, hanya kali ini, jangan libatkan Awan.

Sedari kecil, Awan selalu bermimpi untuk jatuh cinta. Ia tidak tahu ia akan menemukan patah hati yang sedemikian besar sebelum ia bisa merasakan cinta. Awan besar hanya merasa kasihan pada Awan kecil, ia merasa telah mengecewakannya. Apakah ia benar-benar bisa merasakan cinta? Bagaimana jika tidak? Bagaimana jika tidak ada seseorang untuknya? Banyak orang-orang yang memilih untuk tidak membangun rumah tangga, apakah Awan akan menjadi salah satunya? Apakah ada yang salah dengan itu?

Anyways, thank you for the experience I will never forget. I'll consider this as a process of adulting, to unlock new emotions. Let's say I went one level higher from this. Thank you for being my first and last heartbreak, hopefully. Let's continue our lives without crossing each other path's again, thank you.


 




Comments

Popular Posts