the ugly duckling
kamu tahu kisah klasik bebek buruk rupa? di mana si bebek bungsu ini memiliki warna bulu yang berbeda dari kawanannya dan dikucilkan? yah, akulah si bebek buruk rupa itu. disayang dan dirayakan orangtua, hanya saja warnanya berbeda dari saudara-saudaranya. ada kalanya aku melihat pantulan diriku di cermin dan memaki, "hei, buruk rupa! anak siapa kau sebenarnya?"
tak lama yang lalu aku baru saja merayakan ritual adat yang menandakan bahwa aku telah menginjak usia dewasa. tak sendiri, upacara itu dilaksanakan untukku, kedua adikku, dan ketiga sepupuku. adik pertamaku, dia baru saja menginjak usia 17 tahun ini. lelaki ekstrovert, si anak basket yang senang bercengkerama kesana kemari dan digemari banyak perempuan di sekolahnya. secara fisik dia oke, dengan tinggi 170 cm dan tubuh yang kekar. bukankah seperti karakter utama di novel fantasi remaja? adik keduaku, hanya selisih satu tahun dari adik pertamaku. dia perempuan yang nampak acuh dari luar, auranya menampakkan kesan misterius. parasnya menawan, wajah kecil, rambut hitam lurus, dan badan langsing semampai. berkali-kali aku mengutuk diriku, kenapa aku tidak bisa seperti dirinya?
lalu ada sepupuku yang pertama. tipikal perempuan yang tidak bisa tahan sehari tanpa seorang kekasih. sejak bersekolah, dia kerap kali pergi keluar bersama laki-laki, akupun diajaknya. sampai usia matangpun masih seringkali berganti pasangan. intinya, dia pandai menggaet laki-laki. tak heran, dia manis dan periang. seorang esktrovert yang bisa dibilang agak pembangkang. laki-laki mana yang tidak sampai jatuh hati? sepupuku yang kedua. andai dia bukan saudaraku, aku akan langsung menaruh hati padanya. dia tipe laki-laki yang tanpa berusahapun akan menarik sekian banyak perempuan. sudah terbukti karena dulu sewaktu dia sma, dia memiliki julukan "dilan" karena selalu membawa moge (motor gede) ke sekolah dan mengenakan jaket denim andalannya. anak basket dengan badan kekar dan tinggi, tak lupa rambut ikalnya dan senyum tipisnya yang misterius. tak cukup sampai situ, terakhir ada sepupuku yang termuda. dia memiliki bakat menggambar yang luar biasa, bisa dibuktikan dengan koleksi pialanya yang terpajang rapi. memang bukan social butterfly, namun ia berhasil membuat drama di kelasnya karena ada anak laki-laki yang suka padanya dan membuat perempuan lain iri. tak heran, dia memang menggemaskan. badannya pun tinggi langsing seperti adik kandung perempuanku.
dari semua deskripsi di atas, tidak ada satupun yang mendekati ciri-ciriku. aku memang saudara yang paling pendek dengan badan paling berisi dari mereka. aku tidak cantik, aku tidak tinggi langsing, dan aku tidak pandai bersosialisasi. secara fisik, Tuhan memang tidak memberikanku paras seindah saudara-saudaraku. tidak, aku tidak akan protes kepada Tuhan. bukan itu tujuanku bercerita.
mengenai upacara adat yang kuceritakan, singkatnya merupakan upacara potong gigi di mana ritual itu menandakan kalau dirimu sudah menginjak usia dewasa. di bali, upacara ini cukup besar dan meriah, kami akan didandani seperti orang nganten dengan riasan wajah tebal dan dibalut dengan busana yang cantik. tentu saja itu akan membuat saudara-saudaraku makin bersinar. tidak untukku yang saat upacara diletakkan di antara kedua saudara lakiku, duo tiang di keluarga kami. kami dibalut kain tradisional bali yang hanya menutupi dada sampai tumit kaki. bagaimana lemak lenganku tidak terlihat jelas di antara kedua laki-laki berotot itu? belum lagi saudara perempuanku yang tinggi langsing itu. mual rasanya saat melihat foto-foto upacara kemarin, jujur. ternyata aku seberbeda itu. senyumku saat itu juga nampak terlalu dibuat-buat, betul-betul, aku tak pandai menyembunyikan rasa malu.
sebenarnya aku telah mempersiapkan hal ini. sebuah upacara di mana semua kerabat baik dekat maupun jauh akan menyelamatimu atas gigi barumu, kupikir sudah pasti mereka akan mengomentari fisik, atau umur, atau hubungan. ternyata ada, namun tidak banyak. dan tidak membuatku sakit hati. justru ada yang memuji, katanya aku seperti bintang sinetron. ada juga yang memuji aku pandai bernyanyi saat sesi karaoke bersama. ternyata keluarga besarku tidak julid seperti dugaanku, baguslah. merekalah yang menaikkan rasa percaya diriku, meyakinkanku bahwa aku pantas berada di keluarga ini.
justru, panah yang paling menancap tepat di hati datang dari mulut keluarga kandungku sendiri. di saat benteng pertahanan sudah kuruntuhkan, di sanalah terjadi serangan tak terduga. tragedi itu terjadi saat aku, ibuku, dan nenekku sedang melihat-lihat foto upacara adat potong gigi kemarin di ruang makan. hanya sesi makan bersama sembari melihat-lihat foto, dan di saat itulah aku sadar bahwa fisikku memang terlihat jelas berbeda. aku sadar betul. lalu nenekku, di sela kunyahanku yang terakhir, berkata, "vania ini kan tingginya pas-pasan, jadi makannya dikurangi. gak kayak nara, atau intan, mereka kan tinggi. tapi vania ini pas-pasan, jadi kurangi ja makannya."
untung, makananku sudah habis di saat beliau mengucapkan itu. jika belum, akan kumuntahkan segera. aku tidak bereaksi, hanya menghembuskan nafas, beranjak dari kursi untuk meletakkan piring kotor tanpa kucuci, lalu masuk dan sedikit mendobrak pintu kamar. entah jika nenek atau ibuku mendengarnya.
aku terduduk, termenung, lalu saat emosiku tidak bisa dibendung lagi, aku mulai memaki diriku sendiri di depan cermin. kukatakan, "lo tuh gendut, jelek, pendek! lo tuh harus diet biar kurus kayak yang lain! diet!" berulang-ulang. cukup banyak sampai akhirnya mataku mengeluarkan air matanya. cukup membuatku sakit hati akan makianku sendiri. aku menangis habis-habisan sambil melanjutkan makianku. kuangkat wajahku. makin buruk rupa rasanya saat menangis, dengan rambut berantakan dan mata sembab. saat mulai reda, ibuku datang. mungkin beliau belum sadar anaknya baru saja mengamuk di kamar, sebab ia masih menyalakan lagu dari ponselnya dan bertingkah riang seperti biasa. malah bertanya, "loh, kirain sudah mandi?"
kesal, kumatikan ponsel yang sedang kumainkan dan segera keluar mengambil handuk. sambil menghapus sisa air mata. di luar kamar aku mengomel, "i'm not done crying. not yet," jadi kuputar lagu galau dan kuputar saat aku mandi. ternyata, air mata menetes lagi saat aku membasuh diriku dengan segayung air ditemani lantunan lagu "runtuh" oleh feby putri. jadi begini rasanya menangis saat mandi. tidak hanya menetes, aku menangis cukup keras saat mandi. bodo amat jika ibuku mendengar. aku sudah tidak peduli lagi. aku sedang sedih dan seluruh dunia harus tahu.
saat selesai mandi, aku masih termenung di atas kasur. ibuku ada di sana, fokus dengan ponselnya. aku termenung cukup lama, sampai akhirya aku melontarkan peluru pertama.
"bu, emangnya pola makanku ada yang berbeda dengan adik-adik?"
mungkin saat itulah ibuku sadar aku sedang tidak baik-baik saja. ia masih menjawab seadanya, berkata bahwa tidak ada hal spesifik yang membedakan makananku daripada adik-adikku.
"lalu kenapa aku beda sendiri bu?"
saat ibuku bangun untuk memelukku, aku tidak bisa menahannya lagi. sia-sia kubendung, air mataku tumpah sejadi-jadinya. selalu seperti ini setiap ibuku memeluk. dielusnya aku seakan-akan aku benda rapuh, rasanya begitu hangat. dipeluknya aku seakan ia takut aku akan kabur dan tidak akan kembali. didekap, disayangi, dan begitu besar aku dicintainya. di akhir sesi tangis menangis kami, ibu mendekapku sangat erat, dan katanya, "you are loved! so so loved." oh Tuhan, betapa beruntungnya aku yang bukan siapa-siapa ini menerima kasih sayang yang sedemikian besar.
ibu berkata bahwa tidak ada yang bisa mengatur silsilah gen dan DNA. itu di luar kuasa orangtuaku. "masa harus ganti orangtua?", katanya, dan aku dengan cepat menggeleng. enak saja, ini sama sekali bukan salah mereka! jangan bisa-bisanya berpikir seperti itu, bu. aku sadar aku buruk rupa, namun ini tidak pernah menjadi salah siapapun. mungkin aku saja yang kurang merawat diri.
entah apa yang terjadi siang itu, namun aku merasa lega setelah itu. it is hard, accepting who you really are, kata ibu. aku mengalami kesulitan menerima kekuranganku, dan rasanya kali ini aku diajarkan untuk menerima diriku apa adanya. jangan salah, setiap aku selesai bersolek, aku kerap puas akan tampilanku. setiap aku selesai berolahraga, aku juga puas dengan bentuk badanku yang tidak seberapa itu. namun entah kenapa, begitu disandingkan dengan saudara-saudaraku, kepercayaan diriku menciut drastis. apalagi setelah dihantam peluru oleh nenekku, kadang adik kandungku sendiri. justru aku paling sakit hati ketika orang terdekatku mengomentari hal yang begitu pribadi. seberapa keras aku berolahraga dan seberapa cantik aku bersolek, aku tidak akan pernah bisa menandingi mereka. setidaknya itu yang kupikirkan saat berdiri bersebelahan dengan adik kandungku sendiri.
i am the ugly duckling, and i will never be like the others. let's just admit that i am not pretty, and that's okay. but hey, i am not my appearance, am i not?
Comments
Post a Comment