peeking an adulthood life
so my mother's friend, who's a certified architect generously welcomed me to his office where i can sit nicely and observe what is it to work as an architect. they call this an internship, but i call this a take-your-kid-to-work day cause all i do is sit and observe. nothing more. i mean, to see the positive intake in this situation, i can be a part of the Jakartan's labor, banting tulang 5 hari seminggu dari pagi ampe sore, ngerasain macetnya Jakarta yang Astaghfirullah gue aja istipar... ngerasain tersesat di busway dan turun di antah berantah... okay i don't see any positive side here but there we go, a sneek peek into an adult life, yay! i mean, sebagai anak kuliahan yang gapunya jadwal pasti tiap minggunya dan ga ngampus tiap hari di jam yang sama, this boring routine is killing me. gatau guenya yang belom beradaptasi atau naturally gue emang gabisa kerja kayak robot gini.
dari hasil pengamatan gue, kantor Sekawan Design Inc Architect ini adalah bunch of karyawan tua ubanan yang idupnya udah diprogram sedemikian rupa buat kerja kek gini. cuma ada 3 karyawan cewek disini, excluding gue dan 2 bos yang ruang kerjanya kepisah. karyawan cewek ini adalah satu-satunya pintu gue menuju kisah kehidupan kerja di sini, dan mereka susah banget direach out. duanya selalu sibuk sama kerjaan dan satunya menutup diri pake headset. ditanyapun jawab seadanya dan gapernah noleh ke anak baru di sebelahnya. duh, gue janji sama diri sendiri gak akan jadi orang yang begini, apalagi sama anak baru yang belum ngerti apa-apa. gak jaman ngospek tuh, di lingkungan manapun. oke bedah kantor; di kantor itu ada 2 ruangan tertutup wicis ruang kerja MEP dan ruang bos. the rest is ruang kerja open plan. surprisingly ruangannya emang sangat sempit dan tidak friendly. ada orang yang ngehandle maket, ada yang ngehandle IT, dan sisanya karyawan biasa. surprisingly juga om yang ngasi gue slot magang cuma karyawan biasa. dia siapa bisa asal masukin orang seenaknya ya? kok bisa..
jadi, apa yang gue kerjain disitu? ya cari kerjaan aja biar keliatan sibuk. ikut zoom mbkm padahal udah gabisa ikut mbkm juga, ngerjain revisi desain e-money nyokap, berusaha ngebenerin porto (yang nyaris gue pelototin doang), nyoba nulis, dan lain sebagainya. salah satu alasan gue pengen magang kan ngebenerin pola hidup waktu liburan ya, bangun pagi dan bekerja. kalau ujungnya gue malah kecapean dan ngga produktif, buat apa? mending gue tidur di rumah, perbanyak istirahat. udah dua hari di sana dan gue belom bisa masuk ke proyek apapun. oke mungkin emang gak bisa, tapi at least gue bisa berpartisipasi.
hari ketiga gue memilih untuk bolos dan mikir. dan tidur hampir 10 jam lol. dua hari full disana dan masih ngang ngong. mau gamau gue yang harus agresif, cari apa yang bisa gue pelajarin dan berguna buat nantinya. yah anggep aja gue dapet tiket slot terbatas buat research proyek mereka sebelumnya. kek ngorek-ngorek arsip, kan gak semua orang bisa masuk. intinya itu deh, tanya sebanyak mungkin, karena mereka gabakalan bermurah hati membimbing elu dari awal dengan senyum sumringah. gaada surat kontrak, no welcoming party, no nothing, so you gotta do the act alone. oke to be fair mungkin gue terlalu gegabah buat ngeiyain permagangan duniawi yang ga resmi ini. dan penerimaan yang terlalu cepat dan ga dipikirin mateng-mateng. gue salah udah berekspektasi bahwa the word "internship" itself adalah suatu program yang menginclude anak baru ke proyek mereka automatically. kenyataannya kids, there's no such thing. kenyataannya lu cuma diharapkan untuk datang tiap hari kayak karyawan lainnya dan stand by incase mereka butuh bantuan. itupun kalau ada, kalau ngga yaudah nganggur aja. masalahnya adalah, gak ada surat kontrak yang mengikat. gue masuk coba-coba, jangan-jangan mereka asal nerima aja. dua pihak disini emang cuma main-main aja. haha, fak kata gue teh.
kalau dilihat ke belakang, gue gak mikirin program pertukaran gue jauh jauh sampe magang ini juga, jadi yah, ada nyeselnya. karena pertukaran ini, pkl gue mundur dan gabisa magang. gue juga gabisa ikut ngerasain DA kelompokan yang i guess penting buat ngelatih teamwork gue. di saat itu rasanya golden ticket banget bisa skip pkl, skip DA kelompokan yang banyak drama, skip jadi official ESB, dan kabur ke pantai. sekarang gue kayak ketinggalan banget sama anak-anak seangkatan. guess i need those kind of dramas to survive in life.
dan sejak ke udayana, itu kayak turning point terbesar di kehidupan gue. saat itu juga life has been treating me like shit, giving false hopes. sama kek magang ini, false hope banget sianying. kalau ditelusuri lebih lanjut, gue kek selalu memilih pilihan yang salah. gue dikasi kebebasan milih and i didn't choose them wisely. u know, sebelum mulai ngantor dan tau temen-temen gue magang waktu liburan, i told myself that, wow, i'm such a failure. cause everyone else seems more talented and better at everything. dari jaman sekolah dulu gue emang bukan anak yang serbabisa, tapi sekarang, gue ngerasain bebannya. what if i don't get any job? what if my 4 year of learning architecture is for nothing? on top of that, what if i never get married? what if the life that i'm dreaming of will remain a dream? what if i fail at life? i mean is it just me or everyone else almost turning 21 has the same questions? cause everyone's life seems better than me. hate to deal with the fact that i'm drowning, but i'm on my way climbing up you know..
om gue bilang, gue ga tahan banting. kalo anak petra, atau anak yang kuliahnya ketemu sama macet tiap hari, they're more likely to survive. not quitting on the third day at work. haha, funny. perks on going to college in malang tho, the environment is just really friendly. no traffic, nothing is too far to go, and i get to live in a nice boarding house. jakarta is too tough for me to go to work 5 days a week. kuliah di malang pun ga nyampe 5 hari seminggu dan gak ada kuliah fullday selain studio. yea to be fair fisik gue melemah setelah dimanjain di kuliah, gak kaya sekolah dulu. but that's just humanity bro we live in a modern world where you can do your job remotely. kalo di dunia pendidikan udah bisa nerapin kenapa dunia kerja gabisa?
Comments
Post a Comment