laut bercerita; short review.

Laut Bercerita, Kala Novel Turut Divisualisasi dalam Film Pendek - Seleb  Tempo.co

siapa yang akan menyangka sebuah novel yang cover lukisan bawah lautnya itu awet terpajang di gramedia selama berbulan-bulan itu berisi cerita memilukan mengenai sejarah kejamnya pemerintahan negara kita dulu? bukan aku, tentunya. tanpa membaca betul sinopsis, apalagi review dari orang-orang, aku membaca novel ini karena hype saja. juga karena covernya yang cantik itu, membuatku ingin membawanya tiap hari dalam genggaman. haha, bercanda. 

cerita ini dibawakan dari dua sudut pandang. pertama, dari sudut pandang biru laut, si aktivis, dan adiknya, asmara jati. kalian mungkin akan bertanya-tanya, apa hubungannya dua kakak beradik ini sampai harus diceritakan kedua sudut pandang masing-masing? let me tell you.

terkisahlah para aktivis yang dipimpin oleh kinan, perempuan yang lebih tua dua tahun dari laut dan sangat berpengalaman di bidangnya. laut, bersama sunu, alex, gusti, daniel, dan beberapa teman lain merupakan aktivis politik yang menentang pemerintahan orde baru yang dipimpin soeharto. mereka memiliki markas di seyegan, di pojok terpencil jogja, di mana di sana mereka banyak membahas rencana kegiatan penentangan politiknya. tidak hanya itu, mereka juga membahas karya sastra yang dilarang oleh pemerintah, seperti karya pramudya ananta. tak hanya mereka, para seniman taraka juga ikut andil dalam pemberontakan mereka. salah satu dari mereka adalah anjani, kekasih laut. 

tidak semua operasi pemberontakan mereka berjalan lancar. adapula operasi yang gagal, namanya operasi tanam jagung. mereka berbondong-bondong datang ke blangguan dan berencana menginap di rumah warga setempat. singkat cerita, para petani di sana tidak berdaya ketika ladang jagung mereka beralih fungsi menjadi area latihan tempur tentara. untuk itu para mahasiswa dan petani akan melakukan protes dengan aksi tanam jagung bersama dibekali poster berukuran 10 meter bertuliskan "HIDUP MATI KAMI DARI TANAH INI". namun, malam sebelum aksi dilakukan, suasana mencekam menyelimuti ladang para petani. mobil tentara bolak-balik mengitari, bahkan mengecek rumah-rumah warga, menanyakan lokasi para mahasiswa kepada warga. berkat bantuan warga, para mahasiswa bisa lolos dari tentara itu, tapi sayangnya, aksi mereka harus dibatalkan karena kondisi tersebut. 

sekitar jam 10 malam, dengan kondisi sedang hujan deras, para mahasiswa memutuskan untuk kabur dari tempat karena penjagaan tentara sudah mulai melonggar. mereka harus merayap melalui ladang jagung, mencebur masuk ke irigasi, dan menyebrangi kali, agar tidak terlihat oleh para tentara. lengkap ditemani dengan lintah, kodok, dan teman-temannya. bukan perjalanan yang mudah, namun cara apapun akan dilakukan demi bisa lolos. beberapa kawan ada yang beristirahat di pacet, rumah paman anjani, sementara laut, alex, sunu, kinan, bram, julius, dan dana memutuskan untuk pergi ke terminal bungurasih dan segera pulang ke seyegan. tak disangka, para aparat sudah menunggu mereka di bungurasih. diculiklah mereka ke markas para tentara, di mana mereka semua diinterogasi untuk membocorkan apapun mengenai aksi mereka. satu pertanyaan yang menghantui laut, darimana pula mereka tahu tentang aksi mereka yang bahkan belum terlaksana ini? para tentara itu menanyakan siapa saja yang membiayai aksi mereka, padahal semua itu murni dari hasil bekerja para mahasiswa. laut misalnya, ia memanfaatkan studi sastra inggrisnya untuk menterjemahkan buku-buku dan menulis artikel yang honornya akan disumbangkan untuk kegiatan pemberontakan. serasa belum puas dengan jawaban jujur laut, tentara-tentara itu mengeluarkan berbagai macam siksaan untuk terus menginterogasi para mahasiswa itu. mulai dari tamparan penggaris besi, disetrum, dipukuli habis-habisan... esoknya, mereka dikembalikan, dengan harapan aksi penyiksaan itu dapat membungkam mereka.  

"kita tak boleh jatuh, tak boleh tenggelam, dan sama sekali tidak boleh terempas karena peristiwa ini. kebenaran ada di mereka yang memihak rakyat." 

sejak peristiwa bungurasih, laut dan kawan-kawannya berpencar dan terus hidup dalam pelarian. seminggu di lampung, seminggu di pekanbaru, lalu di padang. meski begitu, laut tetap rajin menulis kepada anjani dengan berbagai nama samaran. setulus itu rasa cintanya. sampai suatu hari, di rumah susun di klender, laut kebobolan oleh para intel dan diculik. dengan mata ditutup rapat, laut dimasukkan ke mobil dan menuju ke penjaranya, di mana disana ia dipukuli dan diinjak habis-habisan. tentu saja dengan harapan pemuda itu bisa membocorkan lokasi kinan, motif mereka, dan lain sebagainya. aku tak kuasa membayangkan di kepalaku sendiri saat membaca ini, sungguh pilu. keesokan harinya, laut bahkan mendengar suara rintihan alex dan daniel. terdengar pula suara setruman, gebukan, dan tendangan. dengan kondisi mata tertutup, tangan dan kaki terikat, tak mungkin laut bisa menyelamatkan teman-temannya... hingga suatu hari, pemuda itu menemui ajalnya di lautan, masih dengan mata tertutup, dan masih dalam status hilang. 

oke, sampai sini dulu dari sudut pandang laut. setelah membaca ulang sekilas untuk menulis sinopsis ini, aku makin kagum dengan penulisan leila yang menggunakan menggunakan alur maju-mundur. kita disuguhi dengan awal mula pertemuan laut dan kinan, lalu tiba-tiba di bab selanjutnya, kita disuguhi bagaimana laut disiksa di markas tentara. teknik penulisan yang jenius, menurutku. ini sangat ampuh untuk menarik minat pembaca untuk terus membalik halaman berikutnya, sampai si tokoh utama mencapai akhir hidupnya. sungguh menyedihkan, melihat semua kekejian pemerintah dari sudut pandang sang aktivis. 

"tidak ada manusia di tempat itu, hanya ada segerombolan hewan pemburu dan segerombolan hewan buruan mereka. kami disiksa seperti binatang..." 

nah, pernah membayangkan bagaimana rasanya jika ada anggota keluarga kalian yang hilang dan tidak jelas kabarnya? belum tentu mati, namun lelah rasanya untuk menunggu kabar pasti, sehingga ada kalanya kita harus merelakan. bagaimana rasanya menunggu seorang putra yang tidak akan pernah kembali ke rumah? orangtua laut selalu menyiapkan 4 piring setiap hari minggu. tak terkecuali putra sulungnya itu. memutar musik the beatles, memasak gulai tengkleng favoritnya, bapak dan ibu laut akan selalu hidup dalam kenangan itu. tak lupa, kamar putranya akan selalu dirapikan dan dibersihkan, buku-bukunya akan dibaca, seolah putra mereka itu masih hidup di antara mereka. di sisi lain, anjani sama parahnya. rambutnya seperti tak mengenal shampo, kukunya hitam, badan tak terawat, padahal menurut laut, anjani adalah gadis manis yang beraroma seperti mentimun. hanya asmara, adik perempuan laut, yang mampu move on  dan berjuang mencari kebenaran. 

dia tahu dia tak akan bisa selamanya hidup dalam ketidakpastian. dengan gelar dokter, dia dan aswin, teman wartawannya, berjuang mencari kebenaran. mulai dari mengunjungi pulau seribu untuk mengamati tulang manusia yang masih baru, pergi ke new york untuk menemui warga senasib yang juga memperjuangkan hak-hak orang yang hilang, sampai menuntut ke pemerintah. hingga pada suatu hari kamis, ratusan orang berpakaian dan berpayung hitam berdiri diam di depan istana. tidak mendemo, hanya bersuara dalam diam. hari itu juga ibu laut dan anjani kembali waras dan mengikuti upacara kamisan itu.

hingga saatnya untuk melepas para putra-putri negara itu dengan melepas karangan bunga ke laut lepas, dengan potret wajah bertuliskan tahun lahir-... . tidak ada tahun kematian, yang berarti mereka akan selalu hidup bersama laut. saat itu juga, para sanak saudara harus benar-benar melepas kepergian mereka yang (di)hilang(kan).

setelah membalik halaman terakhir dari buku ini, aku butuh waktu sejenak untuk merenungkan apa yang baru saja kubaca. leila s. chudori adalah penulis yang brilian. jarang-jarang aku menemukan cerita sejarah memilukan yang ditulis dengan kata-kata seindah ini. karena tahu bahwa kisah ini benar-benar terjadi, dan ada bukti nyatanya, aku mulai bersimpati dengan mereka, para korban yang selamat juga keluarga yang ditinggalkan. cerita ini sangat menyentuh hati. cerita ini kembali membuka mataku, bahwa apa yang tidak tertulis di buku sejarah, bukan berarti boleh dilupakan. peristiwa tragis seperti ini tidak boleh hilang dikikis waktu. masih ada orang diluar sana yang bertanya-tanya nasib kerabatnya yang entah mati atau kabur menyelamatkan diri. korban bukan hanya mereka yang gugur disiksa aparat, tapi juga keluarga yang ditinggalkan.

"matilah engkau mati. semoga engkau lahir berkali-kali."


Comments

Popular Posts