tentang hidup, mencintai, lalu kabur.

gambar sebagai pemanis ^-^

Semesta emang punya kejutan yang 'membagongkan' juga misterinya tersendiri untuk nggak kita temukan solusinya. 

Juga, kalian percaya nggak kalau jatah keberutungan dan kegagalan kita udah diatur sedemikian rupa?

Misal, untuk kasusku, karena lagi hectic hecticnya masuk PTN, banyak twitter seliweran tentang orang-orang yang ditolak berkali-kali sama kampus impiannya. Bahkan memerlukan bertahun-tahun hanya untuk kuliah. 

Katanya, orang-orang itu sedang menghabiskan jatah kegagalannya dalam hidup. Yang artinya, hanya akan ada hal-hal baik yang menunggu di depan mata. Jika aku di posisi mereka, tentu itu akan menghibur. Siapa yang nggak seneng kalau jatah gagal mereka dalam hidup lambat laun berkurang?

Aku sebaliknya.

Rasanya, hidupku sempurna--bahkan terlampau sempurna. Kedua orangtuaku saling menyayangi, rumahku nyaman untuk ditinggali, aku bisa makan enak tiga kali sehari, bisa jalan-jalan, bisa masuk PTN dalam sekali coba, dan banyak lagi. 

Tiap melirik teman yang nasibnya tidak seberuntung diriku, aku makin menyukuri hidup. Betapa baiknya Tuhan, Beliau menjagaku yang kotor ini dengan sepenuh hati. I am always and forever grateful for what I got. 

Namun, apakah itu berarti aku sedang menghabiskan "jatah keberutungan"ku? Apa itu berarti aku sudah cukup menikmati hidup dan kegagalanku akan terpampang jelas di depan mata? 

Karena seperti judulnya, hidup bagai roller coaster. Kemarin aku bisa bangun pagi dan mendapat vaksin, makan rendang untuk makan siang dan bibimbap untuk makan malam, bermain UNO bersama adik-adikku, tertawa selepas-lepasnya. Sekarang, lihat. Seakan semua kesenangan itu memang dibuat untuk mempersiapkan mental pada hari ini. 

Andaikan bisa, apakah seorang manusia mampu tidak menyayangi? Maksudku, benar-benar lepas dari orang lain. Tidak usah mencintai dan dicintai, supaya tidak ada yang namanya sakit hati ketika ditinggalkan. Semakin cinta kita kepada seseorang, semakin berat untuk melepaskan, bukan? 

Bisakah kita melepas keterikatan itu?

Aku nggak mau lagi sakit hati saat ditinggalkan orang yang kusayangi. Sebelum makin banyak orang yang meninggalkanku atau kutinggalkan, bisakah aku berhenti mencintai saja di sini? Kondisi yang sama-sama menguntungkan, kan? Orang itu juga pada akhirnya lupa padaku dan kita akan menjalani kehidupan masing-masing, tanpa ikatan. 

Aku ingin kabur saja rasanya. Tujuanku memilih kuliah di luar Jawa Barat kan untuk kabur, dan sekarang sudah hampir setahun sejak pembelajaran dilakukan online, dan aku terancam tidak akan berangkat ke Malang sampai semester dua nanti! 

Bukan apa-apa, aku hanya kasihan dengan kedua orangtuaku. Mereka harusnya bisa melepas satu bebannya ini jauh-jauh. Aku juga ingin keluar dari zona nyaman dan menemukan zona nyaman lainnya, tahu! 

Aku khawatir, semakin lama aku menetap di sini, di rumahku yang nyaman ini, semakin susah untuk melepaskannya, dan ketika aku melepaskannya, rindu yang akan datang tak akan bisa kubendung.


Comments

Popular Posts