Ditinggal.



Situasi ini gila banget.

Jam 3 pagi, kakek gue dinyatakan sudah pergi dengan tenang. Jangan tanya bagaimana perasaan gue, waktu itu gue gabisa ngerasain apa-apa. Malah, yang gue pikirin langsung ibu gue yang lagi sakit. Entah gimana rasanya ditinggalin begitu..

Sekarang jam 07.45.

Orang-orang ramai berkunjung, mulai dari tetangga sebelah, pak RT, dokter yang meriksa apakah kakek positif atau nggak (astungkara negatif), sampai saudara jauh kami yang tinggal di Jakarta. Bude sesegukan, pakde langsung berdoa di hadapan kakek. Situasinya sangat... baru. Dan aneh, karena hati gue rasanya keras banget, nolak buat nangis. 

Ini terlalu gila.

Minggu lalu kakek masih motong sayuran sama bibi di dapur, bantu berjualan dengan keliling ke sana kemari dengan mobil kijangnya, dan.. ini menyakitkan. Setiap akan makan malam, Beliau selalu duduk di hadapan menu makan buatannya (dan bibi) sambil makan dengan lahap, lalu setiap gue mau ngambil lauk, Beliau akan menyebut nama lauknya sambil mengunyah. Gue cuma bisa senyum akward atau membalas singkat, "iya", atau terkadang malah gue diemin. Paling ngangguk sedikit.

Semuanya beneran baik-baik aja, sampai om gue batuk-batuk parah, lalu bibi gue, lalu ibu gue demam, lalu Beliau ikut sakit. Dan sekarang? Udahan sih sakitnya... gue rasa. 

Cepet banget nggak sih, menurut kalian?

Segala pandemi, jadi semua serba susah. Klinik gaada yang mau jawab telepon.. huh. Jangankan subuh tadi, kemarin juga bokap juga udah nyoba hubungin RS terdekat, tapi UGD penuh. Beliau juga udah muter-muter nyari oksigen, gaada juga. Oksigen woi? Gue gak tau sumber kehidupan kita selangka itu sekarang, asli. 

Big appreciation buat bibi yang gak tidur 2 hari buat jagain kakek. Gue merasa gaguna banget belakangan ini, gak bisa bantu apa-apa. 

Thing is, ini nggak kayak pekak sama sekali (panggilan kakek dalam budaya bali). Pekak itu gak pernah sakit-sakitan. Beliau orang paling sehat, paling bugar, paling kuat, apalagi di usia yang begitu senja. Aktivitas dan cara bergeraknya bagaikan pemuda di umur mid 30s. Gak ada sifat kakek-kakeknya sama sekali. Sama sekali. 

Oke, sekarang sudah jam 14.10. 

Gue di Cilincing, tempat pekak akan "menginap" semalam dan menunggu untuk dikremasi keesokan harinya. 

Sedari tadi kerjaan gue cuma nungguin. Bukannya ngeluh atau gimana, tapi kegiatan ini sama sekali tidak mengenakkan. Dengan duduk diam, pikiran-pikiran guelah yang akhirnya mengambil alih otak gue. Makanya sekarang gue nulis, biar tersalurkan semua pikiran yang seliweran dari tadi. Biar gak makin ganas dan nyakitin mental gue.

Pekak sudah tidur di peti mati. Aneh rasanya melihat peti mati berwarna putih, ambulans, karangan bunga, dan bendera kuning terpajang di rumah. Semuanya serba aneh dan baru. Kayak, otak gue belom bisa memproses apa yang sesungguhnya terjadi dan waktu yang terus berjalan maksa gue buat jalan terus dan mengikuti alur, seperti adanya gue di ruang tunggu Pekak di Cilincing ini. 

Like, "what am i doing here?" , "wait kenapa foto Pekak ada di sini?" , and "Pekak udah meninggal? Bohong ah, baru kemaren jualan gorengan sama bibi,"

Gue menolak percaya sama keadaan, tapi waktu demi waktu ngebuat gue sadar. Iya, makan aja ini kenyataan yang asem ini. Asem banget, tapi gue dipaksa menelan semuanya bulat-bulat. 

Semesta, makasih udah nunjukin pahit-manisnya kehidupan. Gue akan lebih siap lagi di hari-hari yang akan datang. Lihat aja. 

29 Juli 2021.
18 hari setelah hari itu.

Keadaan mulai berangsur kembali normal. Beberapa hari lalu, gue sempet lihat foto Pekak dan Mbah di ruang tamu, sendiri. Niat awalnya pengen latihan gitar, cuma gue tiba-tiba kebawa emosi. Gue ngomong begini ke foto mereka, "Pekak, udah ketemu Mbah? Mbah kayak gimana, sih? Vania belum pernah ketemu soalnya... Vania pengen banget ketemu Mbah sekaliii aja. Pekak baik-baik ya, di sana. Jangan lupain Vania."

Gimana gak mewek? Yah, tapi selain hari itu, gak ada hal lain. Gue cuma kasihan ngeliat bibi yang harusnya motong sayur ditemani Pekak, sekarang ngerjain semua sendiri. Bibi sepertinya wanita paling tangguh di sini. Bibik adalah orang yang nemenin Pekak di saat-saat terakhirnya, yang ngurus surat-surat wasiat, juga surat asuransi. Bareng Ibu, sih. Tapi, melihat sekarang udah masak-masak seperti biasa... I never got to say this to her, but she's absolutely the strongest woman ever. Shout out to my auntie! 




Popular Posts