the new chapter has been unlocked!
Hari H UTBK.
Waktu UTBK, aku beneran gak yakin sama diri sendiri. Semuanya serba abu-abu, pokoknya sedown itu sama diri sendiri habis ngerjain tes itu.
Untuk MTK, aku lumayan pede karena bisa ngerjain beberapa soal dan yakin sama jawabannya, meskipun gak semua aku kerjain karena kepepet waktu. Nah, fisika nih sumber masalahnya. Aku udah liat semua soalnya dan gak satupun soal yang aku ngerti. Aku gak inget detailnya gimana, apakah aku berhasil tebak-tebak ato pure ngasal, intinya aku gak maksimal banget di mapel satu ini. Bisa dibilang, aku gak ngerjain soalnya sama sekali.
Kalau kimia, soalnya cukup simpel dibanding latihan dari bimbel, jadi aku cukup yakin. Walaupun gak seyakin MTK, tapi aku berhasil ngerjain beberapa. Well, at least, itu yang aku ingat. Last, biologi. Aku inget banget, soal kedua pertanyaannya sama persis sama soal yang aku baca pas pagi sebelum ujian. Aku hampir tepuk tangan kencang di ruang ujian saking leganya. Padahal cuma satu soal, loh. Yang jelas, nilai biologiku gak mungkin 0, sih.
Pas banget, habis UTBK langit udah gelap. Karena tesnya di lab komputer, semua peserta diminta buat lepas sepatu. Nah, pas aku lagi masang sepatu dan beresin berkas, udah mulai tuh hujan rintik-rintik. Pas aku lagi nunggu dijemput (sambil nahan nangis, sebenernya) barulah hujan deras. Hujan angin malah.
Rain means luck, right?
Aku bener-bener blank saat itu, pikiran kosong sekosong-kosongnya. Waktu jalan ke mobil pake payung, entah gimana caranya badanku tetep basah kuyup pas udah di dalem mobil. Ibuku nanya kenapa bisa basah begini, tapi gak aku tanggepin. Aku bahkan gak punya tenaga buat sekadar jawab. Akhirnya baru agak baikan setelah diajak makan ayam kremes di resto deket lokasi ujian, hehe. Emang makanan itu sumber kebahagiaan, fix no debat!
***
Hari H pengumuman.
Sejujurnya, sampai H-1 pengumumanpun aku belum ngerasain deg-degannya. Bagus sih, aku emang gak mau terlalu berharap, apalagi terlanjur pede. Sebisa mungkin gak usah terlalu dipikirin, biar bisa nerima apapun hasilnya dengan lapang dada.
Semua kecemasan, kepanikan, ketakutan, baru aku rasain saat H-2 jam. Adik perempuan aku tiba-tiba ngajak main congklak, hahaha.. Lumayan berguna buat nunggu jam 3, lah. Meskipun pas jam 2 perut udah mulai serasa dikocok-kocok dan detak jantung mulai gak teratur... Barulah, di jam 14.55, aku ngusir kedua adikku keluar kamar. Sengaja, aku mau lihat hasilnya sendiri dulu. Andaikan aku ditolak, aku bisa ngatur emosi dulu sebelum nunjukkin hasilnya ke orangtua dan adik-adik tercinta.
Jam 15.00
Instingku menyuruhku untuk memutar lagu, dan lagu yang pertama kali muncul adalah lagunya Bruno Mars yang berjudul Leave the Door Open. Biarlah lagu ini menjadi saksi.
Kumasukkan nomor ujian dan tanggal lahirku ke dalam situs pengumuman, dan saat memencet "Lihat Hasil", yang keluar malah pemberitahuan bahwa nomorku tidak valid. Tulisannya berwarna merah. Aku berusaha untuk tidak panik dan memeriksa ulang nomor yang sudah kumasukkan.
Belum selesai kuperiksa, halaman web sudah berganti dengan pengumuman yang sebenarnya tanpa aba-aba. Aku bingung, karena tidak ada warna biru atau hijau atau bahkan merah yang signifikan di layar. Kata pertama yang kutangkap adalah, "Selamat" dan yang kedua adalah "Universitas Brawijaya". Barulah aku tersadar dan langsung menangis begitu saja. Aku lolos...
Aku membuka pintu kamar dan mencari kedua adikku. Ah, sedikit info, kedua orangtuaku lagi asik tidur siang saat itu. Tidak bisa kupungkiri kalau aku sedikit sebal. Bagaimana bisa anaknya sulung mereka ini akan menerima masa depannya sendiri dan mereka malah tidur?! Saat kutemukan adik perempuanku, aku buru-buru memeluknya dan menangis sejadi-jadinya. Info lagi, aku tidak pernah memeluk dia. Apalagi sambil nangis begini. Saat melihat kakaknya ini nangis, mungkin dia mengira kalau hasilnya tidak sesuai seperti yang diharapkan. Makanya, aku langsung nyuruh kedua adikku itu untuk lihat hasilnya sendiri.
Saat kami bertiga sudah berkumpul di kamar, adik laki-lakiku yang sudah 10 senti lebih tinggi dariku memelukku. Akhirnya kami pelukan kayak teletubbies. Memang canggung rasanya kalau memeluk adik sendiri, namun tadi aku tidak peduli. Akhirnya aku bisa membanggakan mereka...
Mereka berdua membangunkan ayah dan ibuku sambil meninggalkanku nangis sendirian di kamar. Ibuku langsung datang dan aku langsung menangis di pelukannya. Lebih dahsyat lagi tangisanku dari sebelumnya, mungkin karena ini ibuku, ya? Aku sering banget nangis sesenggukan di pelukannya. Pelukan ibu tuh emang beda deh.
Aku nelpon temen, trus akhirnya... POST DI IG!!
Bahkan waktu ngebalesin ucapan selamat dari temen-temen, aku masih sekadar berucap aja. Kenyataan bahwa aku akhirnya maba masih susah dipercaya, apalagi ini pilihan pertamaku! Juga, UTBK adalah jalan pertamaku dalam upaya masuk PTN. Maksudku, aku bukan siswa yang eligible buat daftar SNM, dan aku gak nyoba ujian apapun sebelum UTBK. Bisa dibilang, ini ujian pertamaku dan aku langsung berhasil! Tuhan kurang baik apalagi sama aku...
Menyakitkan rasanya melihat mereka yang udah mencoba dan gagal berkali-kali. Bahkan ada yang udah ditolak SBMPTN dua tahun berturut-turut, dan di tahun ketiganya ini, orang itu baru berhasil. Orang itu menulis caption, "Peluangku memang kecil, tapi tidak pernah 0". Merinding! Belum lagi yang udah nulis daftar PTN yang menolak dia sejak dua tahun lalu, panjang banget listnya! Aku salut sama mereka-mereka itu, yang jatuh-bangun berkali-kali namun tetap optimis dan berani mencoba lagi. Aku beruntung banget bisa langsung lolos kayak begini... Mungkin, Tuhan lagi nyiapin tantangan yang sesungguhnya nanti, saat aku udah kuliah beneran.
Kata orang kan, Arsitektur itu jurusan yang sulit. Bahkan buat tidur aja susah. Sedangkan sekarang, aku bisa rebahan 24/7 tanpa terikat kewajiban apapun selain belajar untuk ujian mandiri. Namun, aku merasa tertantang saat ditakut-takuti seperti itu. Aku butuh kesibukan! (Diriku 2 tahun ke depan, maaf, kamu pasti lagi sibuk-sibuknya, hehe)
Selama ini, aku belajar karena keharusan. Semuanya semacam kewajiban yang harus aku penuhi tanpa tujuan yang jelas. Saat kuliah, semuanya akan terlihat masuk akal. Tak ada lagi mempertanyakan, "memang materi ini kepakai saat kerja nanti?", atau "apa gunanya sih belajar mata pelajaran ini?". Tidak lagi! Saat tiba saatnya aku benar-benar memasuki dunia Arsitektur, semua pasti akan masuk akal.
Aduh, jadi gak sabar pengen kuliah offline!
Comments
Post a Comment