breaking the social rule
Sebelum menulis, aku akan memberikan pengakuan kecil. Topik ini tidak direncanakan dalam plan 30 Days Writing Challenge yang kujalani, jadi kubuat terpisah. Ini murni karena aku mendapat sebuah pencerahan untuk membahas topik sensitif satu ini. Oke, kita mulai.
Oh, ya. Little disclaimer, tulisanku di bawah akan mengandung topik LGBT, so feel free to leave this page immediately if you're not interested. Thank you.
Izinkan aku bercerita sedikit. Siang ini, aku baru saja menonton sebuah film Thai yang menceritakan tentang sepasang laki-laki yang saling menyukai satu sama lain, namun lingkungan mereka menentang keras kaum homoseksual. Anggaplah laki-laki pertama bernama A dan yang kedua bernama B. Jadi, ayah A adalah seorang pria yang sangat keras dalam mendidik anaknya, dan saat mengetahui bahwa anaknya ini "belok", ia marah besar. Diusirlah si A ini dari rumah. Iapun meninggalkan B dan pergi sendiri ke ibukota. Mereka terpisah dan tidak pernah berhubungan lagi.
Singkat cerita, A beranjak dewasa, memiliki istri, dan pekerjaan tetap sebagai guru. Hidupnya berjalan baik-baik saja, sampai muridnya, kita sebut saja C, datang dan mengusik pikirannya. C adalah seorang gadis 16 tahun yang suka membolos dan hangout dengan anak-anak bermasalah di sekolah. A disuruh atasannya untuk mendisiplinkan C, karena ia menjabat sebagai wali kelasnya. Setelah mengenal C lebih jauh, A merasakan deja vu yang kuat, dan makin kuat lagi saat entah bagaimana, C ini bisa mengetahui lagu-lagu kesukaan B dulu dan bahkan memiliki selera makan yang sama persis dengan B.
Usut punya usut, ternyata C adalah reinkarnasi dari B. C ini benar-benar B dalam wujud gadis 16 tahun yang masih mencintai A yang sudah berkepala 3. Tentu saja, orang-orang langsung mengecap A sebagai pedophil dan ia, sekali lagi, diusir dari kehidupannya. Akhirnya, A dan C melarikan diri bersama dan memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka dan memulai kehidupan yang baru lagi, bersama. Sebuah akhir yang tragis dan terlalu mengejutkan untuk diproses otakku saat itu.
Aku terpana dibuatnya. Film ini terlalu bagus. Bahkan banyak orang sudah mengakuinya, dengan memberikan rating tertinggi di kolom pencarian.
Oh, setelah menonton film itu, aku dikejutkan dengan fakta bahwa teman perempuan lamaku tengah menjalin hubungan dengan sesama perempuan. Dari hasil pengamatanku, aku bisa melihat betapa mereka berdua saling menyayangi satu sama lain dan berjuang bersama untuk survive di tengah-tengah lingkungan yang tidak mendukung. Aku bisa melihat bahwa mata mereka selalu berkaca-kaca tiap berkata "I love you" kepada satu sama lain. Aku... terharu.
Setelah dua kejadian hari ini, aku memutuskan untuk segera menulis. Begini, aku minta maaf jika pengetahuanku kurang di bidang ini, tapi kurasa pola pikir masyarakat kita harus diubah. Aku memang bukan siapa-siapa untuk menghakimi orang-orang seperti ini. Tetap saja, aku risih jika ada kerabatku yang terang-terangan berkata bahwa mereka jijik dengan orang-orang seperti "itu". Tuh, kan! Aku mengatakannya seakan-akan mereka bukan orang-orang normal. Itu salah! Itu tepatnya yang harus diperbaiki dari masyarakat. Termasuk, mungkin, diriku sendiri...
Aku mengatakan ini sebagai pihak penengah. Aku tidak berusaha menguntungkan salah satu pihak, baik yang pro maupun kontra. Aku hanya heran, kenapa juga kita, sebagai sesama manusia, yang sama-sama menumpang hidup di Bumi dan hidup berdampingan, harus terpecah belah hanya karena hal sepele ini? Apa yang salah dari menyukai- ah, menyayangi sesama jenis? Itu kan bukan urusan kalian untuk diributkan.
Jikapun ada yang membawa perihal agama, itu tidak akan membantu. Menurutku, agama adalah suatu privasi masing-masing dan tak seharusnya suatu orang menitahkan, menyalahkan, bahkan menyudutkan orang lain berdasarkan kitab sucinya. Biarlah kitab suci menjadi pedoman pribadi, bukan sebagai jalan tikus untuk mengurusi hidup orang. Lagipula, setiap agama pasti mengajarkan kita untuk saling hidup damai dan belas kasih satu sama lain, bukan? Kalau begitu, jalankanlah. Lakukan apa yang menurutmu baik. Hormati kehidupan orang lain. Belas kasih. Kita semua manusia, kan? Sama-sama punya hak untuk mencintai dan dicintai tanpa batas.
Love has no limit!
Sekali lagi, aku tidak berusaha menghakimi siapapun dalam tulisanku ini ya. Ini sekadar berbagi pendapat saja, hehe.. Semoga sedikitnya tulisan ini bisa bermanfaat!
Comments
Post a Comment